NUPTK (Nomor Unik Pendidik & Tenaga Kependidikan) adalah kode pengenal guru yang bersifat unik dan membedakan satu guru dengan guru lainnya. Penerapan kode pengenal guru selama ini khususnya non-pegawai negeri masih belum ada standar yang baku, kecuali untuk guru-guru yang berstatus pegawai negeri telah mendapatkan kode Nomor Induk Pegawai yang bersifat unik dan nasional. Aturan penyusunan kode pengenal guru non-pegawai negeri antar satu sekolah bisa berbeda dengan sekolah lain. Dengan mekanisme pemberian kode pengenal guru non-pegawai negeri yang tidak baku secara nasional, maka rentan terjadinya data guru ganda yang pada akhirnya sulit untuk mendata secara akurat guru-guru non-pegawai negeri di Indonesia.
Akibat dari tidak adanya standarisasi ini, muncul kesulitan dalam proses manajemen pengelolaan data guru dalam skala nasional. Karena itu dirasa sangat penting untuk melakukan standarisasi kodifikasi yang diterapkan kepada seluruh guru di Indonesia. Dengan standarisasi ini, NUPTK akan benar-benar bersifat unik dan menjadi pembeda utama antar satu guru dengan guru lainnya di seluruh Indonesia.
Format Penomoran
- Standar kode NUPTK Indonesia = 9 digit angka.
- Bagi Guru Pegawai Negeri nomor NUPTK = NIP
- Bagi Guru non-Pegawai Negeri, sbb:
Format kode NUPTK = XX – YYY – ZZZZ - XX = Kode Departemen.
- YYY = Nomor Kelompok
- ZZZZ = Nomor Serial
- Alokasi XX = 90 s/d 99
Contoh = 901234567 - Kapasitas NUPTK:
Total Kapasitas Jumlah Guru = 100 Juta Guru Non Pegawai Negeri
Pertimbangan format kodifikasi:
- NUPTK terdiri dari seluruhnya angka dengan jumlah digit seminimal mungkin agar mudah dihafal atau dituliskan untuk keperluan administrasi sekolah.
- NUPTK meminimalkan ketergantungan pada informasi atau data eksternal yang bisa berubah atau berganti sehingga format ini menjamin akan tetap dalam jangka waktu panjang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa standarisasi yang berlaku di Indonesia masih sangat mungkin untuk berubah. Karena itu, satu-satunya informasi eksternal yang masuk dalam format NUPTK adalah kode departemen karena informasi ini (pasti) tetap dan tidak bergantung pada informasi di luar guru itu sendiri.
- Jumlah digit urutan kode 4 digit terakhir bisa berubah (menjadi lebih atau kurang dari 4 digit), walaupun kemungkinan untuk itu sangat kecil.
Kelebihan format kodifikasi:
- Dengan kode yang isinya sangat umum dan bersifat nasional, NUPTK bisa digunakan oleh guru di jenjang apa pun, di kota/kabupaten mana pun, mulai jenjang TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
- Karena karakter yang digunakan seluruhnya berupa angka dan jumlahnya yang relatif sedikit, proses administrasi sekolah bisa menggunakan NUPTK dengan mudah.
- Adanya pengelompokan memungkinkan adanya kode-kode khusus untuk keperluan khusus tanpa mengubah struktur dasar dari format NUPTK. Misalnya untuk kode "999" untuk guru yang berasal dari luar negeri atau kode-kode khusus lainnya.
Konsekuensi format kodifikasi:
Karena format NUPTK ini cenderung bersifat kode identitas minimal makna (kecuali hanya kode departemen) maka jumlah karakter yang dibutuhkan relatif sedikit. Namun demikian, format ini mempunyai konsekuensi di satu sisi, antara lain:
- Untuk mengetahui informasi lebih rinci tentang sekolah (pemilik NUPTK) dibutuhkan sebuah sistem penyedia informasi yang bersifat publik, mudah diakses, dan selalu up-to-date.
- Pemberian NPSN pada sekolah tidak bisa dilakukan secara manual, melainkan harus disediakan oleh sebuah sistem manajemen yang terpusat, terpadu dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari kesalahan pemberian NUPTK.
Melihat 2 konsekuensi utama di atas, maka solusi paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan membangun sebuah Sistem Informasi Manajemen NUPTK Departemen Pendidikan Nasional yang terpadu dan tersedia secara luas dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya internet atau intranet. Sistem inilah yang akan bertugas sebagai penyedia informasi NUPTK lebih rinci sekaligus sebagai entry-point yang menjaga validitas NUPTK yang akan diberikan pada guru. Walaupun demikian, sistem ini harus mampu menjaga kerahasiaan data sekolah dan memastikan data sekolah hanya bisa diakses oleh pihak-pihak yang memang berwenang dan berhak untuk mengetahuinya. Misal, dinas pendidikan kota/kabupaten hanya bisa melihat data guru yang ada di kota/kabupatennya masing-masing, dinas pendidikan propinsi hanya bisa melihat data guru di kota/kabupaten di wilayah propinsinya saja, demikian seterusnya. Solusi ini sejalan dengan program kerja Depdiknas yang akan membangun Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang akan menjangkau ke seluruh kota/kabupaten dan sekolah di Indonesia.
Anda bisa melihat, mencari NUPTK anda??
Sudahkah anda mempunyai NUPTK ??
Untuk informasi lebih lanjut silahkan
ke : http://nign.diknas.go.id
Post a Comment