MOTTO : ## Niat, Usaha dan Tekun ##
## Shar ilmu, Pengetahuan dan Pengalaman ##

 
Preambule
Assalamu Alaikum

Saya ucapkan selamat datang kepada Saudara yang sudi berkunjung ke blog saya ini, mohon tok bisa beri : saran, masukan, kritik membangun, dan lain sebagainya

Wassalamu Alaikum
Penunjuk Massa
Visitor
users online
Web Counter Stats
leader
leader

Free shoutbox @ ShoutMix
Ukur Bandwith
Lokal
Internasional
Opini pribadi seorang Khalid Mustafa
Monday, February 11, 2008
Mengapa saya mempost judul diatas, karena menurut saya ini bagus,
berikut ini saya copy paste dari Webblognya Pak Khalid Mustafa

Pemindahan Jardiknas dari Biro PKLN ke Pustekkom, anugrah atau “musibah”

Kemarin (tanggal 4 Januari 2008), bertempat di ruang rapat Sekretaris Jenderal Depdiknas, telah dilakukan pertemuan “segitiga”, antara Kepala Biro PKLN, Kepala Pustekkom dan Kepala Biro Umum Depdiknas yang dipimpin langsung oleh Sesjen Depdiknas untuk membicarakan teknis “penyerahan” atau “pemindahan pengelolaan” Program Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) dari Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri ke Pustekkom.

Salah satu butir dalam pertemuan tersebut, yang ditegaskan oleh Kepala Pustekkom, Bapak LILIK GANI (LG), bahwa per-tanggal 1 April 2008, Jardiknas sudah harus dikelola penuh oleh Pustekkom, padahal oleh Kepala Biro PKLN ditawarkan pendampingan pengelolaan bersama dalam waktu 1 (satu) tahun.

Yah…tapi show must go on…saya akan mencoba sedikit memaparkan dibawah ini, mengapa pemindahan ini bisa menjadi anugrah atau “musibah”

Sejarah Jardiknas

Saya merupakan salah satu saksi hidup perjalanan sebuah program yang bernama Jardiknas ini. Sejak awal masih dalam tataran ide sampai pembangunan saat ini. Saya tidak akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan Jardiknas, silakan pembaca membuka web http://jardiknas.diknas.go.id

Pembangunan Jardiknas tidak lepas dari sosok Bapak Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto , sejak tahun 1999 semenjak menjabat sebagai Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur - yang sekarang berubah menjadi Direktorat PSMK), terus konsisten dalam mengembangkan Teknologi Informasi dalam dunia pendidikan hingga tahun ini saat beliau menjabat sebagai Kepala Biro PKLN.

Saya masih ingat dalam sebuah perbincangan dan diskusi pada Tahun 2000, dimana saya pertama kali bertemu dengan beliau di VEDC Malang, beliau melontarkan sebuah harapan, “Kapan yah anak bangsa ini bisa berinternet dan menikmati materi-materi pembelajaran melalui sistem jaringan dengan murah dan mudah ?” Pada saat itu, kami sebagai orang-orang “lapangan” langsung menanggapi harapan tersebut dengan tekad untuk bersama-sama mewujudkan sesuai dengan kemampuan dan posisi masing-masing.

Tahun 1999, diluncurkan program Jarnet atau jaringan internet, dimana diharapkan setiap sekolah menengah kejuruan, dapat terhubung dengan internet agar komunikasi dari pusat dan sekolah dapat dilaksanakan dengan cepat.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sering undangan pelatihan, atau diklat, atau bantuan baru tiba setelah acara terselenggara. Hal ini tidak lepas dari kondisi geografis negara kita yang menyulitkan dalam pengiriman informasi secara fisik.
Nah, diharapkan dengan program ini, setiap SMK dapat memperoleh informasi-informasi terbaru langsung dari Dikmenjur. Juga diharapkan, dengan adanya koneksi ini, maka sekolah dapat berinteraksi dan menjadikan mailing list dikmenjur sebagai sebuah sarana berdiskusi secara bebas dan terbuka. Bayangkan, seorang Direktur Dikmenjur langsung mendengarkan keluh kesah guru dan kepala sekolah secara langsung. Hal ini akan mempersingkat kendala birokrasi yang menjadi salah satu momok di negeri ini.
Mau bukti ? Silakan buka saja http://groups.yahoo.com/group/dikmenjur dan silakan membaca seluruh arsip yang ada disana.

Tahapan berikutnya adalah bagaimana agar koneksi internet di sekolah tersebut dapat dibagi ke laboratorium komputer, dan bagaimana apabila sebuah daerah mengalami kendala dengan koneksi internet yang saat ini masih cukup mahal dan lambat ? Juga bagaimana dengan SDM-nya ?

Untuk mengatasi hal ini, maka diluncurkanlah sebuah program dengan nama Jaringan Informasi Sekolah (JIS) yang berbasis kepada kabupaten dan kota.
Program ini memberikan infromasi tentang cara membuat Local Area Network (LAN) di masing-masing sekolah, dimana pembuatannya dilakukan sendiri oleh guru yang berada di sekolah tersebut. Juga cara untuk membuat server gateway, agar koneksi internet yang dulunya hanya dinikmati di satu komputer dapat dinikmati oleh satu sekolah.
Dari Depdiknas, dalam hal ini oleh Dit. Dikmenjur memberikan bantuan dalam bentuk penyediaan instruktur yang mendatangi setiap Kab/Kota yang berminat dan mengajarkan kepada seluruh sekolah di daerah tersebut. Tidak kurang dari 150 kabupaten/kota yang terlibat saat itu. Dan antusiasme guru-guru yang ikut dalam pelatihan sangat besar.

Output dari program JIS adalah terwujudnya LAN pada sekolah-sekolah di kabupaten /kota, terinstalasinya server materi pembelajaran di masing-masing sekolah, sehingga walaupun tidak ada koneksi internet, materi dapat dibuka dalam laboratorium sekolah secara bersamaan, dan bagi yang bisa terhubung dengan internet maka koneksi yang ada dapat dibagi ke seluruh komputer yang ada. Tidak ketinggalan juga terbentuknya komunitas guru yang memiliki semangat belajar dalam bidang IT di setiap kabupaten/kota yang telah terwadahi dalam bentuk program JIS.

Nah, koneksi secara individu sudah dilakukan, koneksi LAN di dalam sekolah juga telah dilaksanakan, ide berikutnya adalah bagaimana menghubungkan seluruh sekolah dalam satu sistem jaringan pada lingkup wilayah kabupaten/kota. Dari sini muncul sebuah program dengan nama Wide Area Network Kota, atau disingkat WAN Kota pada tahun 2002.
Pada tahap awal, program ini diujicobakan pada 9 Kab/Kota di Indonesia (Tangerang, Cibinong, Bandung, Jogjakarta, Wonosari, Surakarta, Malang, Bali dan Makassar) yang seterusnya dikembangkan pada ratusan kab/kota lainnya.
Ide dasar pengembangan WAN Kota adalah dengan menjadikan salah satu SMK/SMA yang terbaik dalam Bidang TI dan memiliki SDM yang handal dalam bidang TI sebagai pusat sistem jaringan. Kemudian, dengan memanfaatkan frekwensi 2,4 GHz menghubungkan sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya dalam radius 3-5 Km untuk bergabung dalam sistem jaringan bersama. Dengan sistem ini, maka hanya dengan membangun 1 server saja yang berisi materi-materi pembelajaran, maka materi tersebut dapat dinikmati oleh sekolah lain. Juga, seorang guru terbaik untuk materi pelajaran tertentu dapat memberikan materi pembelajaran yang selanjutnya dapat diikuti oleh sekolah lainnya secara online. Dan pada akhirnya, dengan menurunkan 1 koneksi internet saja di titik tersebut, maka sekolah-sekolah yang lain juga dapat menikmati hal yang sama.

Dalam perkembangan selanjutnya, WAN Kota dianggap terlalu sempit, karena hanya berkonsentrasi dalam bidang teknologi saja, dan lebih banyak berkecimpung dalam perangkat keras dan berbagi pakai koneksi, sehingga diluncurkanlah program yang disebut ICT Center (kebetulan saya adalah salah satu perancang dan penulis awal buku panduan sistem ini, nanti akan saya ceritakan pada kisah lain…)

Dengan ICT Center, maka konsep WAN Kota diperluas menjadi pusat pengembangan, pendidikan dan pelatihan dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Lembaga yang menjadi ICT Center diharuskan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam bidang IT secara luas kepada masyarakat di sekitarnya, sehingga tidak sekedar berbagi bandwidth, tetapi juga menjadi pusat pelatihan, pengembangan bahan ajar dan pusat informasi pendidikan. Saat ini telah terbentuk 430 ICT Center di 426 Kab/Kota (ada beberapa kab/kota yang memiliki 2 ICT Center).

Selanjutnya, untuk memperkaya peran dan fungsi ICT Center, maka dikembangkanlah program broadcasting dalam bentuk pengembangan stasiun relay dan studio mini untuk TV Edukasi. Namun dalam pengembangannya, lagi-lagi karena masalah tupoksi, maka program ini dihentikan dan diserahkan semuanya kepada Pustekkom. Namun, sebagai “sisa” dari program ini, dapat dilihat bahwa sebagian besar stasiun relay untuk penyiaran TV Edukasi berlokasi di SMK.

Nah, koneksi antar sekolah telah dikembangkan, maka saatnya untuk memikirkan Backbone Pendidikan Nasional, yang menghubungkan seluruh Kabupaten/Kota di Republik Indonesia.Program inilah yang disebut dengan Jejaring Pendidikan Nasional atau Jardiknas.

Untuk mendukung program Jardiknas, karena amat disadari bahwa pengembangan Infrastruktur saja tanpa dibarengi dengan pengelolaan SDM dan Konten akan tidak berguna, dan hanya akan berakhir kepada kegagalan, maka dikembangkan program Teknisi Jardiknas dan Pelatihan Jardiknas.

Program Teknisi Jardiknas (http://teknisi.jardiknas.org) adalah sebuah program beasiswa kepada teknisi yang akan menjaga dan merawat Jardiknas pada institusi masing-masing. Sehingga perangkat yang ada dapat terus terjaga sustainabilitinya. Juga sekaligus meningkatkan kemampuan SDM anak bangsa dan memberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi.

Program berikutnya adalah program pelatihan Jardiknas, yang melatih 30.000 orang kepala sekolah, guru, tata usaha dan pustakawan untuk memanfaatkan Jardiknas dan untuk membangun konten yang akan menjadi salah satu bagian dari Jardiknas. Salah satu hasil dari pelatihan ini adalah http://media.diknas.go.id yang berisi portofolio dan materi-materi pembelajaran yang dihasilkan oleh guru-guru tersebut.

Ke depan, materi atau konten yang telah dan akan dibangun, akan disebar ke masing-masing kabupaten/kota agar tidak membebani trafik jaringan. Sehingga diharapkan setiap titik dapat mengunduh dengan mudah dan cepat. Namun, walaupun setiap materi dipecah di setiap kabupaten/kota, namun sinkronisasi secara nasional terus dilakukan secara periodik, agar materi yang ada di Papua, Aceh, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa tetap sama. Untuk program ini, Biro PKLN bekerjasama dengan ITB membangun program Pustaka Maya yang dapat diakses di http://pustakamaya.diknas.go.id

Kondisi Jardiknas saat ini

Nah, untuk lebih memperjelas kondisi, saya mencoba untuk memberikan gambaran mengenai kondisi Jardiknas yang telah dibangun selama 2 (dua) tahun.

Pada tahun 2006, Jardiknas hanya dikembangkan untuk 464 titik di Indonesia, dimana hal ini mencakup seluruh kabupaten/kota, di luar ibu kota propinsi.
Mengapa ibu kota propinsi dilewatkan ?

Pada tahun tersebut, di Depdiknas ada 2 (dua) program dalam bidang TI yang sama-sama bertujuan untuk membangun jaringan skala nasional. Yaitu Jardiknas yang dikembangkan oleh Direktorat Dikmenjur (Pertengahan tahun baru berubah menjadi PSMK dan terjadi penggantian Direktur) dan Inherent yang dikembangkan oleh Ditjen Dikti.

Agar tidak terjadi “kemubaziran”, atas arahan dari DPR, maka Jardiknas tidak dipasang pada ibukota propinsi, karena setiap ibukota propinsi telah tercover oleh program Inherent tersebut. Diharapkan dinas pendidikan kota di ibukota propinsi dapat terhubung ke Jardiknas melalui simpul lokal Inherent.

Namun…rencana memang selalu muluk, tapi pelaksanaan jauh panggang dari api. Pengeloaan inherent yang parsial dan tidak terpusat mengakibatkan kendala birokrasi yang cukup rumit di seluruh propinsi. Harapan agar kantor dinas dapat terhubung ke Perguruan Tinggi yang menjadi simpul lokal bagaikan berhadapan dengan tembok baja.

Akhirnya gagallah rencana tersebut.

Pada tahun 2007, dengan tekanan yang lebih kuat untuk bersinergi dari DPR, maka pendanaan untuk program Inherent dimasukkan ke Biro PKLN dan digabungkan ke dalam program Jardiknas. Sehingga dalam program Jardiknas terdapat 1 zona khusus, yaitu Jardiknas Zona Perguruan Tinggi.

Pada tahun 2007 ini, koneksi Jardiknas bertambah lebih dari 100%, yaitu menjadi 1.104 titik, dimana penambahan yang paling signifikan terjadi pada zona perguruan tinggi, dan institusi pemerintah lainnya (seperti LPMP, BPPLSP, BPKP dan SKB).

Perubahan yang signifikan juga terjadi pada lokasi NOC, dimana semula hanya terdiri atas 1 NOC (di senayan) menjadi 3 NOC (senayan, karet dan gubeng).

Juga terjadi perubahan IP besar-besaran, dari IP Privat (10.xxx.xxx.xxx) menjadi IP Publik (118.xxx.xxx.xxx)

Mungkin bisa kebayang bagaimana mengelola sistem jaringan sebesar ini, juga penanganan terhadap troubleshoting yang terjadi, permintaan perubahan lokasi jardiknas, dan lain-lain.

Mari dipikirkan mengelola router sebanyak 1.104 router, dengan koneksi MPLS dan terbagi atas 2 jenis koneksi, yaitu wireline dan VSAT. Belum lagi permintaan bandwidth yang berubah-ubah dan kenakalan client yang mengubah password dan setting router di titik akhir.

Sampai hari ini, jumlah koneksi yang sudah terhubung sudah mencapai 900 titik, diharapkan pada akhir januari, seluruh titik sejumlah 1.104 titik sudah akan berfungsi maksimal.

Pemindahan Jardiknas dari PKLN ke Pustekkom

Pada akhir 2007, kami memperoleh informasi yang cukup mengagetkan. Dengan alasan TUPOKSI (tugas pokok dan fungsi), program Jardiknas tidak boleh berada di Biro PKLN, tetapi harus berada di Pustekkom.

Perintah pemindahan juga telah turun dari Mendiknas, dan berkali-kali LG meminta pemindahan anggaran secepatnya dilakukan. Malah, beberapa program kami yang “berbau” Jardiknas juga diminta sekaligus.

Perlu saya informasikan, bahwa di Biro PKLN ada sebuah Bagian yang bernama Bagian Sistem Informasi, dimana salah satu tupoksi pada sub bagian pengembangan sistem adalah mengembangkan sistem informasi pada Departemen Pendidikan Nasional, juga selain Jardiknas, kami memiliki sebuah program yang bernama Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Karena efisiensi anggaran, memang beberapa program kerja kami padukan antara Jardiknas dan Dapodik. Misalnya untuk sosialisasi, monitoring dan evaluasi. Termasuk program pendamping ICT.

Nah, kalau anggaran kami yang berbau IT diambil semua, maka sekalian saja bubarkan Bagian Sistem Informasi pada Biro PKLN…

Namun, perintah tetap perintah, akhirnya sebagian besar anggaran PKLN, utamanya Jardiknas dipindahkan ke Pustekkom. Kami sebagai pelaksana dituntut untuk “legowo” menghadapi hal tersebut.

Atas perintah kepala Biro, kami mulai mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pemindahan ini. Termasuk rencana diskusi dengan tim internal Pustekkom agar proses pemindahan dapat berlangsung secara mulus.

Bukankah Jardiknas ini milik kita bersama ?

Namun, disisi lain, Pustekkom harus melihat kronologis pengembangan Jardiknas ini. Jangan menganggap Jardiknas hanyalah sebuah program “biasa” yang dijalankan berdasarkan anggaran tahunan belaka. Jangan cuman melihat besarnya anggaran yang ada pada program ini (padahal, 100% anggaran itu untuk lelang, bukan swakelola), tapi lihatlah bagaimana persiapan yang harus dilakukan agar program Jardiknas ini yang telah mulai dinikmati oleh anak bangsa dapat tetap eksis dan tidak terpengaruh dengan pemindahan “kekuasaan” yang terjadi.

Kami telah menawarkan solusi yang terbaik…mari kita bentuk tim bersama…dijalankan dalam waktu 1 (satu) tahun, dimana waktu 1 tahun ini kami anggap cukup untuk mempelajari segala pernak dan pernik permasalahan dan pengembangan Jardiknas yang ada.
Kami yakin dan percaya, dengan kerjasama yang baik, sebagai sesama abdi masyarakat, kita dapat mempermulus terjadinya transfer of knowledge ini.

Namun, hasil pertemuan kemarin sudah mematahkan semangat ini. Kalimat “menggampangkan” proses pemindahan dengan langsung menetapkan 3 (tiga) bulan, dimana 1 April langsung ditetapkan seluruh resiko adalah tanggungan Pustekkom menurut saya amat sangat tidak bijaksana sekali.

Kalau itu yang diinginkan dan itu merupakan perintah, akan kami laksanakan….

Tapi, kita bisa melihat, apakah perubahan ini akan menjadi “anugrah” atau “musibah” bagi anak bangsa.
posted by Imade_batang @ 4:29 PM  
0 Comments:

Post a Comment

<< Home
 
Profile Imade

Name: imade
Home:
Lahir: Batang
Hobby:
Pingpong
Internetan
ngegame
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
1 BOS Kab. Batang
2 SD & SMP Btg
3 Jamesbond
4 ilmu Komputer
5 Klik Kanan
6 Quran Digital
7 Pustaka Islam
8 cari IP lawan??
Template



Free Blogger Templates
BLOGGER
Kolom blog tutorial

Google Translate



 Template by Isnaini Dot Com diacak - acak oleh Imade